Minggu, 04 Desember 2011

Petualangan Teka-teki



Seorang remaja perempuan sedang berlari-lari dengan ransel hitam di punggungnya. Dia memasuki halaman sebuah rumah besar. Disana dilihatnya seorang anak laki-laki yang sebaya dengan dirinya berdiri di samping mobil hitam mengkilat dengan ransel hitam di punggungnya dan seorang wanita di dalam mobil itu. Laki-laki itu menoleh saat mendengar kedatangannya.
“Hei Riri, kau ini ngapain aja sih lama banget? Ya sudah sekarang cepet masuk mobil! Udah mau telat nih..”, kata Arthur sambil membuka pintu mobil.
“Iya-iya, gak sabaran banget sih..”, jawab Riri kesal.
Mereka pun menaiki mobil yang kemudian melaju ke jalanan. Hari itu mereka berencana menyaksikan matahari terbit di puncak gunung, mumpung sedang libur karena anak kelas 12 harus Ujian Nasional. Tapi ada yang sedikit aneh menurut Arthur, karena tidak biasanya kakaknya, Hana yang sedang menyetir mobil, itu mengajak dia jalan-jalan ke gunung seperti ini. Biasanya saat liburan dia hanya tinggal di rumah dan menjadi korban keisengan kakaknya itu. Atau dia disuruh menemani kakaknya berbelanja dan dijadikan budaknya. Aneh sekali kalau kemarin tiba-tiba kakaknya itu mengajaknya naik gunung. Katanya sih dia ingin melihat matahari terbit, sudah lama tidak mengirup udara segar. Benar-benar mencurigakan, batin Arthur.
Untuk menuju ke puncak dapat ditempuh dengan mobil karena jalan di sekitar pegunungan tersebut sudah beraspal. Mereka harus melewati hutan pinus untuk sampai disana. Di tengah perjalanan, di antara pohon-pohon pinus Nampak sebuah bangunan mirip candi menjulang tinggi
“Hei lihat! Bangunan apa itu? Kenapa ada di daerah hutan kayak gini?”, seru Arthur keheranan.
“Iya..ya.. Apa itu? Mirip candi ya.. Tapi kok belum pernah dengar ya..?”, sahut Riri yang juga keheranan.
“Oooh, itu.. Itu Candi Alasmaja peninggalan kerajaan Majapala.”, jawab Kak Hana.
“Kerajaan Majapala? Emang ada? Baru denger.”, sahut Arthur.
“Wah..wah..wah.. Begini ya,, biar kakak jelaskan. Kerajaan Majapala itu sebuah kerajaan kecil. Itu dulunya sebuah kerajaan yang makmur karena rakyatnya hanya sedikit, sehingga jarang ada perkelahian atau semacamnya. Namun, suatu hari kerajaan itu diserang oleh kerajaan lain yang lebih besar. Karena mereka tidak mempunyai pasukan perang, mereka pun kalah seketika.”, jelas Kak Hana.
“Waah,, bener tuh Kak? Kok Kakak tahu?”, Tanya Riri.
“Oooh, itu kemarin Kakak baru membacanya di majalah. Kebetulan ada artikel tentang itu.”, jawab Kak Hana.
“Pantesan Kakak tiba-tiba ngajak kami jalan-jalan. Ternyata Kakak ingin pamer pengetahuan Kakak toh.”, sahut Arthur.
“Hohoho,, ini namanya berbagi ilmu. Tapi tujuan utama kakak bukan ini..”
“Waah, mencurigakan. Lalu apa tujuan kakak sebenarnya hah?”
“Itu rahasia. Lha, sekarang kita sudah sampai nih. Ayo turun!”
Di hari libur, banyak orang kesana hanya untuk sekedar duduk-duduk menikmati pemandangan sekitar. Namun, karena hari ini bukan hari libur, maka suasananya sepi. Mereka bertiga turun dari mobil dan udara segar segera menyambut mereka pagi itu. Disana telah disediakan tempat duduk yang menghadap timur, tempat munculnya matahari. Karena hari itu sepi, mereka bisa memilih tempat duduk semau mereka. Mereka lantas duduk di kursi paling tengah yang menghadap matahari langsung. Tak lupa sebuah kamera tergenggam di tangan Arthur. Tentu saja mereka tak mau melewatkan momen indah ini tanpa ada buktinya.
Perlahan matahari mulai menampakkan sinarnya. Sinarnya menyilaukan mata, namun sayang bila dilewatkan begitu saja. Mereka bertiga lalu berfoto-foto bersama dengan latar belakang berwarna oranye. Saat matahari benar-benar sudah muncul, mereka berjalan-jalan di sekitar puncak tersebut melihat pemandangan desa-desa dari atas. Walaupun bukan hari libur, ternyata mereka masih menemukan pedagang yang menjajakan makanannya disana. Karena dari berangkat belum makan apa-apa, mereka berhenti di sebuah warung soto ayam dan memesan makanan.
“Nyem..nyem..nyem.. Kenyangnyee..”, celoteh Riri sehabis makan.
“Habis ini kita mau kemana Kak?”, lanjutnya.
“Habis ini kita jalan-jalan lagi. Oia, kakak mau ke toilet dulu ya.”, kata Hana.
“Jangan lama-lama, Kak!”, sahut Arthur.
“Tenang saja, begitu keluar dari toilet, aku akan langsung kembali kesini kok.”
Setelah hampir setengah jam mereka menunggu, namun Hana tak kunjung muncul juga.
“Ar, gimana nih? Kok Kak Hana gak kembali? Malah ini belom dibayar lagi.”, kata Riri cemas.
“Ternyata firasat burukku daritadi itu ini toh. Dasar si Kakak. Yaudah, ayo pergi kita cari tu orang. Tapi karna ranselku kutinggal di mobil, kamu yang bayarin dulu yah.”, kata Arthur.
“Tapi aku cuma bawa uang Rp. 25.000,-.. emang cukup?”, tanya Riri gelisah.
“Sini uangmu!”
Arthur langsung mengambil uang yang ada di tangan Riri. Segera ia memberikan uang itu kepada penjual soto. Dan mereka pergi dari warung itu menuju arah Hana tadi pergi. Mereka mulai melihat-lihat sekitar, mungkin saja ada Hana disana. Hingga akhirnya mereka menemukan sebuah toilet umum dan bertanya kepada penjaga toilet itu.
“Permisi Pak, saya mau tanya. Apa tadi ada seorang wanita memakai jaket hijau kesini? Tubuhnya agak tinggi, memakai celana jeans abu-abu, dan membawa tas warna hitam.”, tanya Arthur sambil menjelaskan cirri-ciri kakaknya.
“Oh, iya ada dek. Tapi dia gak masuk toilet, dia hanya menitipkan amplop ini kepada saya. Katanya setengah jam lagi akan ada anak laki-laki dan perempuan yang mencarinya. Ciri-cirinya ya kayak adek-adek ini. Kalau begitu ini saya kasih amplopnya.”, terang penjaga toilet tersebut sambil memberikan amplop berwarna hijau itu kepada Arthur.
“Trus bapak tau kemana wanita itu pergi?”, Tanya Arthur lagi.
“Ooh, tadi saya cuma lihat dia pergi kearah parkiran sana itu. Selanjutnya saya gak tau.”, terang bapak itu.
“Yaudah kalau begitu Pak, makasih ya. Permisi..”, kata Riri lembut dan segera menyusul Arthur yang langsung melenggang meninggalkan tempat itu menuju arah yang ditunjukkan oleh penjaga toilet tersebut.
Mereka telah sampai di parkiran tempat mobil mereka tadi. Namun sesuai dugaan, mobil mereka tak ada disana. Riri yang mengetahui hal tersebut mulai cemas dan panik. Namun Arthur malah tersenyum seperti anak kecil yang mendapatkan mainan baru.
“Arthur, gimana nih? Kita ditinggal disini. Malah kita gak tau daerah sini, kan baru pertama kali kesini. Trus kita pulangnya gimana? Masa’ kita harus disini terus…”, Riri mulai mengecoh tak karuan, membayangkan hal-hal buruk yang akan menimpa mereka bila mereka tetap terjebak disana.
“Udahlah Riri, jangan panik begitu. Kalau panik kayak gitu malah gak bisa berpikir jernih. Aku udah tau kalo ini bakal terjadi. Ini semua sudah dia rencanakan. Buktinya dia ninggalin surat ini.”, kata Arthur berusaha menenangkan Riri. Dia kemudian membuka amplop hijau yang ada di tangannya dan mulai membaca isinya.
“Jika kau ingin kembali, pergilah menuju tempat yang begitu damai, namun sunyi. Tempat kekalahan, namun sebenarnya menang. Disana kau akan menemukan darah keras diantara kematian yang rapuh.”
“Apa maksudnya ini? Damai tapi mati? Darah keras diantara kematian? Masa’ kita harus mati dulu? Atau harus bunuh orang? Apa maksudnya ini?”, Riri mulai kebingungan. Dia benar-benar terlihat panik. Wajahnya memucat, tubuhnya bergetar seperti orang yang baru melihat setan.
Namun, Arthur hanya diam. Di dahinya terlihat ada kerutan yang menandakan bahwa dia sedang berpikir. Kemudian dia mulai berjalan meninggalkan tempat itu sambil tetap berpikir. Riri yang tidak tau apa-apa hanya bisa berbicara kemungkinan-kemungkinan terburuk yang akan terjadi pada mereka. Selang beberapa waktu, Arthur berhenti.
“ Yah! Aku tahu tempatnya. Ayo Riri kita kesana!”, seru Arthur yang langsung berlari sambil menggenggam tangan Riri. Dia menuju jalan raya yang dia lewati saat menuju kesana tadi.
Kebetulan saat itu ada kendaraan pengangkut sayur melewati jalan itu. Arthur segera memberhentikannya dan meminta izin ke supirnya agar dia dan Riri bisa menumpang kendaraan itu. Mereka yang diijinkan langsung menaiki jok belakang bersama sayur-sayur segar itu. Mobil itu mulai melaju kembali.
“Arthur, kita mau kemana?”, Tanya Riri.
“Ke candi Alasmaja yang tadi itu loh.”, jawab Arthur.
“Ngapain kesana? Memangnya sesuai dengan petunjuk itu? Beda banget kan. Gak nyambung.”, kata Riri.
“Haduh Riri, lha kamu daritadi mengomel terus sih. Masalah itu harus dipikirin dengan tenang. Sini biar aku jelaskan.”, Arthur mulai menjelaskan.
“Nih ya lihat, ‘Jika kau ingin kembali, pergilah menuju tempat yang begitu damai, namun sunyi. Tempat kekalahan, namun sebenarnya menang.’ Ingatkan cerita kerajaan Majapala tadi? Kerajaannya makmur dan damai tapi sunyi karena peghuninya hanya sedikit dan gak banyak orang yang tahu. Kerajaan tersebut kan kalah perang, tapi sebenarnya menang karena disana tak ada kerusuhan dan kejahatan.”
“Ooh, begitu. Pintar juga kau Arthur. Terus yang di bawahnya itu maksudnya apa?”, tanya Riri agak tenang.
Tiba-tiba mobil yang mereka tumpangi berhenti. Ternyata mereka telah sampai di candi tersebut karena sebelumnya Arthur telah berpesan ke supirnya agar dia diturunkan di candi itu. Mereka lantas turun dari mobil dan mengucapkan terima kasih kepada supir itu dan mulai berjalan memasuki gerbang candi. Tempatnya benar-benar sangat tua dan tidak terawat. Saat itu hari sudah mulai sore.
“Arthur sekarang kita kemana?”, tanya Riri
“Kita cari batu berwarna merah karena disini tertulis ‘darah keras’. Darah kan merah, sedangkan batu kan keras. Trus maksud dari kematian yang rapuh mungkin daun-daun yang berserakan ini.”, jawab Arthur.
“Oh aku tahu. Daun-daub ini kan sudah mati dan bila dipegang bisa hancur. Itu maksudnya kan?”
“Yap, benar sekali. Kau mulai pintar ya Riri.”
“Hohoho, Riri gitu. Lha ini dia batu warna merah!”, seru Riri yang menemukannya diantara dedaunan itu. Arthur mengangkat batu itu dan Riri mengambil kertas berwarna hijau di bawahnya. Saat dibuka, di dalamnya tertulis:
“Pergilah ke atas ular-ular hijau yang menutupi masa lalu. Disana kau dapat melihat warna-warna alam yang menakjubkan.”
“Hah, apa lagi ini? Ular?”, sahut Riri.
“Ayo kita naik ke atas candi itu!”, ajak Arthur.
“Hah? Ngapain?”
“Sudahlah ayo!”, Arthur menggandeng tangan Riri dan kembali berlari menaiki candi tersebut. Sesampainya di atas, mereka melihat matahari terbenam begitu indahnya dengan pemandangan pohon yang indah. Tak berapa lama muncul kakak Arthur, Hana, di belakang mereka.
“Kak Hana? Kok disini? Berarti kita berhasil dong! Hore!”, seru Riri.
“Arthur, waktumu lebih cepat 12 detik dari pekiraanku.”, kata Hana.
“Lalu apa maksud surat yang kedua itu”, tanya Riri.
“Ooh, itu maksudnya begini, ular hijau itu ya tanaman rambat yang menutupi candi ini. Candi kan sejarah, sejarah itu masa lalu. Terus warna-warna menakjubkan itu maksudnya, disini kita bisa melihat matahari tenggelam dengan jelas dan di bawah kita bisa melihat pohon-pohon pinus yang berwarna hijau. Benar kan Kak Hana?”, terang Arthur.
“Yap, benar sekali. Lha karena sekarang mataharinya udah tenggelam, kita pulang. Kutraktir makan malam enak. Ayo!”

Mereka pun menuruni candi dan menuju mobil yang diparkir di belakang candi tersebut. Malam itu sepertinya mereka akan bermimpi indah.♥








#cerita ini dibuat dalam rangka tugas B.Indonesia pas kelas X dulu,,, terinspirasi dari serial detective conan#http://www.emocutez.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar